IPHACI bersama mereka kenangan itu ada.salam hangat para sahabat beralih lah sejenak ke masa lalu di mana torehan kenangan itu ada.
Gunung Ceremai (seringkali secara salah kaprah dinamakan "Ciremai") secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.
Kini G. Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare.Gunung Ciremai dikategorikan sebagai gunung api kuarter Tipe A berbentuk strato yang masih berstatus aktif. Status aktif Tipe A yang dimilikinya, membuat Ciremai adalah satu dari 80 gunung api sejenis yang tersebar di seluruh Indonesia dan satu di antara gunung api teraktif di Pulau Jawa. Ciremai juga termasuk dalam ratusan gunung api yang membentuk cincin api (ring of fire), yaitu rangkaian gunung api aktif yang berbentuk seperti rantai cincin mengelilingi Samudra Pasifik.
Namun, jika dibanding gunung-gunung api aktif lainnya di Jawa dan Indonesia, Ciremai termasuk memiliki tabiat yang paling “kalem” dan “ramah”, karena sejak letusan pertama yang tercatat dalam sejarah pada tahun 1698 lalu, gunung tersebut tidak pernah mengeluarkan kekuatan yang terlalu berlebihan sehingga menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa manusia.
Menurut Data Dasar Gunung Api di Indonesia yang dimiliki Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG), selama kurun waktu 400 tahun terakhir, Gunung Ciremai hanya meletus sebanyak tujuh kali, tanpa data pasti jumlah korban jiwa yang ditimbulkan. Bandingkan dengan Gunung Merapi di Jawa Tengah yang telah meletus 28 kali hanya dalam kurun waktu 130 tahun dan menewaskan ribuan jiwa. Letusan pertama Gunung Ciremai tercatat terjadi pada 3 Februari 1698. Pada waktu itu, digambarkan sebuah gunung besar di Cirebon telah roboh dan menyebabkan permukaan air di sungai-sungai mendadak naik sehingga menyebabkan korban jiwa, tanpa data jumlah korban yang jelas.
Letusan itu disusul letusan kecil pada 11-12 Agustus 1772, 1775, dan April 1805. Ketiganya tanpa menimbulkan jatuhnya korban jiwa atau kerusakan yang berarti. Tahun 1917 terjadi semburan uap belerang di dinding selatan gunung yang dikategorikan dalam letusan, kemudian pada September 1924 terjadi tembusan fumarola kuat di bagian barat kawah dan dinding pemisah kawah. Letusan besar terakhir tercatat pada periode 24 Juni 1937– 7 Januari 1938, berupa letusan preatik dari kawah pusat dan celah-celah radial di dalam perut gunung. Meski tidak jatuh korban jiwa maupun kerusakan berat, tetapi abu vulkanik yang dimuntahkan gunung tersebut tercatat jatuh tersebar di kawasan seluas 52.500 kilometer persegi.
Padahal, bagaimanapun juga, harus tetap disadari bahwa Gunung Ciremai adalah gunung berapi aktif. Bahkan, DVMBG hingga saat ini masih menetapkan sedikitnya tiga daerah kawasan rawan bencana (KRB) dengan tingkat-tingkat risiko masing-masing. KRB I atau Daerah Bahaya adalah daerah dengan radius 5 kilometer dari pusat kawah gunung yang kemungkinan bakal diterjang lahar panas maupun dingin, awan panas, dan jatuhan piroklastik berat, seperti batu-batuan dan bongkahan mineral dari perut gunung pada waktu meletus. Daerah ini meliputi luas wilayah sekitar 145,3 km persegi.
KRB II atau Daerah Waspada adalah daerah dengan radius 8 km dari kawah gunung dan merupakan daerah berisiko terkena lontaran material piroklastik dari dalam kawah dan rawan diterjang lahar hujan atau lahar dingin. Daerah Waspada ini meliputi luas wilayah sebesar 187,8 km persegi.
Nama gunung ini berasal dari kata cereme (Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil dengan rada masam),Puncak gunung Ceremai dapat dicapai melalui banyak jalur pendakian. Akan tetapi yang populer dan mudah diakses adalah melalui Desa Palutungan dan Desa Linggarjati di Kab. Kuningan, dan Desa Apuy di Kab. Majalengka. Satu lagi jalur pendakian yang jarang digunakan ialah melalui Desa Padabeunghar di perbatasan Kuningan dengan Majalengka di utara
Kamis, 08 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar